8 Adab Membaca
Al-Qur’an
Membaca Al-Qur’an tentu memiliki adab. Karena yang dibaca adalah kalamullah (firman
Allah), bukan koran, bukan perkataan makhluk. Di bulan Ramadhan apalagi, adab
ini mesti diperhatikan. Karena intensitas berinteraksi dengan Al-Qur’an sangat
tinggi di bulan Ramadhan. Dikarenakan para ulama biasa menyembut Ramadhan
dengan bulan Al-Qur’an.
Beberapa adab penting yang perlu diperhatikan
dalam membaca Al-Qur’an:
1- Hendaklah yang membaca Al-Qur’an berniat ikhlas, mengharapkan ridha
Allah, bukan berniat ingin cari dunia atau cari pujian.
2- Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan mulut yang bersih.
Bau mulut tersebut bisa dibersihkan dengan siwak atau bahan semisalnya.
3- Disunnahkan membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci. Namun jika
membacanya dalam keadaan berhadats dibolehkan berdasarkan kesepatakan para
ulama.
عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى
أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari
kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak
boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR.
Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam
Al-Irwa’ no. 122).
4- Mengambil tempat yang bersih untuk
membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama sangat anjurkan membaca
Al-Qur’an di masjid. Di samping masjid adalah tempat yang bersih dan
dimuliakan, juga ketika itu dapat meraih fadhilah i’tikaf.
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan,
“Hendaklah setiap orang yang duduk di masjid berniat i’tikaf baik untuk waktu
yang lama atau hanya sesaat. Bahkan sudah sepatutnya sejak masuk masjid
tersebut sudah berniat untuk i’tikaf. Adab seperti ini sudah sepatutnya
diperhatikan dan disebarkan, apalagi pada anak-anak dan orang awam (yang belum
paham). Karena mengamalkan seperti itu sudah semakin langka.” (At-Tibyan, hlm.
83).
5- Menghadap kiblat ketika membaca Al-Qur’an. Duduk ketika itu
dalam keadaan sakinah dan penuh ketenangan.
6- Memulai membaca Al-Qur’an dengan membaca ta’awudz. Bacaan
ta’awudz menurut jumhur (mayoritas ulama) adalah “a’udzu
billahi minasy syaithonir rajiim”. Membaca ta’awudz ini
dihukumi sunnah, bukan wajib.
Perintah untuk membaca ta’awudz di
sini disebutkan dalam ayat,
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآَنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Apabila kamu membaca Al Quran hendaklah kamu meminta perlindungan
kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl: 98)
7- Membaca “bismillahir
rahmanir rahim” di setiap awal surat selain surat Bara’ah (surat At-Taubah).
Catatan: Memulai pertengahan surat cukup dengan ta’awudz tanpa bismillahir
rahmanir rahim.
8- Hendaknya ketika membaca Al-Qur’an dalam keadaan khusyu’ dan
berusaha untuk mentadabbur (merenungkan) setiap ayat yang dibaca.
Perintah untuk mentadabburi Al-Qur’an disebutkan dalam ayat,
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati
mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آَيَاتِهِ
وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29)
Imam Nawawi rahimahullah menyatakan,
“Hadits yang membicarakan tentang perintah untuk tadabbur banyak sekali. Perkataan
ulama salaf pun amat banyak tentang anjuran tersebut. Ada cerita bahwa
sekelompok ulama teladan (ulama salaf) yang hanya membaca satu ayat yang terus
diulang-ulang dan direnungkan di waktu malam hingga datang Shubuh. Bahkan ada
yang membaca Al-Qur’an karena saking mentadabburinya hingga pingsan. Lebih dari
itu, ada di antara ulama yang sampai meninggal dunia ketika mentadabburi
Al-Qur’an.” (At-Tibyan, hlm. 86)
Diceritakan oleh Imam Nawawi, dari Bahz bin Hakim, bahwasanya
Zararah bin Aufa, seorang ulama terkemuka di kalangan tabi’in, ia pernah
menjadi imam untuk mereka ketika shalat Shubuh. Zararah membaca surat hingga
sampai pada ayat,
فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ (8) فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ
عَسِيرٌ (9)
“Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya)
hari yang sulit.” (QS. Al-Mudattsir: 8-9). Ketika itu Zararah tersungkur lantas
meninggal dunia. Bahz menyatakan bahwa ia menjadi di antara orang yang memikul
jenazahnya. (At-Tibyan, hlm. 87)
·
Membaca Al-Qur’an disertai tadabbur (perenungan)
·
Perut kosong (rajin puasa)
·
Rajin qiyamul lail (shalat malam)
·
Merendahkan diri di waktu sahur
·
Duduk dengan orang-orang shalih.
Adab membaca Al-Qur’an diringkas dari penjelasan Imam Nawawi dalam At-Tibyan, hlm.
80-87. Semoga manfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
Bagaimana adab setelah membaca Al-Qur’an? Apakah disyariatkan
membaca shadaqallahul ‘azhim? Temukan jawabannya di link: Ucapan Shadaqallahul ‘Azhim.
Referensi:
At-Tibyan fii Adabi Hamalatil Qur’an. Cetakan
pertama, tahun 1426 H. Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi. Tahqiq: Abu
‘Abdillah Ahmad bin Ibrahim Abul ‘Ainain. Penerbit Maktabah Ibnu ‘Abbas.
—